olahraga.online Perkembangan teknologi membuat anak-anak semakin akrab dengan gawai dan permainan digital. Situasi ini memicu keprihatinan Bupati Mojokerto Muhammad Albarraa, atau akrab disapa Gus Barra. Ia menilai kebiasaan anak-anak yang lebih banyak duduk dan menatap layar membuat mereka kehilangan kesempatan untuk bergerak dan berinteraksi.
Dalam pembukaan Perlombaan Olahraga Tradisional untuk pelajar SD/MI dan SMP/MTs se-Kabupaten Mojokerto di GOR Dinas Pendidikan, Gus Barra menegaskan pentingnya aktivitas fisik. “Tubuh yang sehat dan pikiran yang gembira hanya tumbuh lewat gerak dan interaksi langsung,” ujarnya. Ia mengingatkan bahwa permainan tradisional bukan sekadar hiburan, tetapi juga wadah pendidikan karakter.
Nilai dan Makna di Balik Olahraga Tradisional
Olahraga tradisional memiliki nilai luhur yang tidak bisa digantikan oleh permainan digital. Menurut Gus Barra, permainan seperti gobak sodor, egrang, dan engklek bukan hanya melatih ketangkasan, tapi juga menanamkan kejujuran, sportivitas, dan rasa kebersamaan.
Ia menilai bahwa olahraga tradisional mampu mengasah kemampuan sosial anak-anak. Melalui kerja sama tim, mereka belajar menghormati aturan dan menghargai lawan. “Olahraga tradisional itu membangun karakter. Dari sana anak-anak belajar disiplin dan sportif,” katanya.
Permainan semacam ini juga mencerminkan identitas bangsa yang perlu dijaga. Selain menjaga kesehatan, olahraga tradisional memperkuat ikatan sosial antar pelajar dan mempererat rasa kebersamaan di lingkungan sekolah.
Sekolah Sebagai Basis Pelestarian Budaya
Pemerintah Kabupaten Mojokerto menempatkan sekolah sebagai pusat utama pelestarian budaya daerah. Dinas Pendidikan bekerja sama dengan sekolah-sekolah untuk memasukkan olahraga tradisional dalam kegiatan ekstrakurikuler dan pelajaran jasmani.
Program ini didukung dengan pelatihan bagi guru olahraga agar mampu mengajarkan permainan lokal dengan cara yang menarik. Pemerintah juga memberikan bantuan perlengkapan sederhana seperti egrang bambu dan tali gobak sodor agar kegiatan bisa dilakukan tanpa biaya besar.
Selain itu, lomba olahraga tradisional akan digelar rutin hingga tingkat kecamatan. Tujuannya agar semua pelajar di Mojokerto memiliki kesempatan ikut serta dan mengenal warisan budaya mereka sendiri.
Bupati berharap langkah ini bisa menumbuhkan kebanggaan terhadap budaya daerah. “Kalau tidak dikenalkan di sekolah, anak-anak kita akan lupa bahwa mereka punya permainan khas yang menyenangkan dan sarat makna,” tegasnya.
Tantangan di Tengah Budaya Digital
Meski semangat pelestarian tinggi, tantangan terbesar datang dari gawai dan media digital. Banyak anak lebih memilih bermain game online daripada bermain di luar rumah. Pola hidup yang serba digital membuat interaksi sosial berkurang dan anak-anak kehilangan kesempatan untuk berolahraga.
Kondisi ini tidak hanya berdampak pada kesehatan, tetapi juga mengikis nilai gotong royong dan kebersamaan. Beberapa guru menyebut, anak-anak kini cenderung lebih individualistis. “Mereka lebih cepat berkomunikasi lewat layar daripada berbicara langsung,” ujar salah satu guru olahraga.
Untuk mengatasi hal itu, Gus Barra mengajak guru dan orang tua bekerja sama. Ia berharap olahraga tradisional dijadikan bagian dari rutinitas anak, baik di sekolah maupun di rumah. Dengan pendekatan kreatif dan dukungan penuh, permainan tradisional bisa kembali menjadi tren positif bagi generasi muda.
Dukungan dan Komitmen Pemerintah
Pemkab Mojokerto menegaskan komitmennya untuk menghidupkan kembali budaya permainan rakyat. Dinas Pendidikan bersama komunitas budaya setempat terus mengembangkan kegiatan pelatihan dan festival permainan tradisional. Pemerintah juga membuka ruang kolaborasi dengan pelaku usaha untuk mendukung kegiatan melalui program tanggung jawab sosial (CSR).
Selain aspek budaya, pelestarian olahraga tradisional juga dinilai sejalan dengan upaya pemerintah meningkatkan kesehatan masyarakat dan ketahanan sosial. Aktivitas permainan di luar ruangan mampu menekan gaya hidup pasif yang kini banyak dialami anak-anak.
“Dengan bermain, mereka tidak hanya bergerak, tapi juga belajar menghargai proses. Setiap permainan punya aturan, dan itu membentuk karakter,” kata Gus Barra.
Harapan untuk Masa Depan Pelajar Mojokerto
Melalui gerakan pelestarian ini, Bupati berharap lahir generasi muda yang sehat, tangguh, dan bangga terhadap budayanya sendiri. Ia ingin agar anak-anak Mojokerto tumbuh menjadi pribadi yang cerdas secara intelektual sekaligus berkarakter kuat.
Olahraga tradisional menjadi jembatan antara pendidikan dan kebudayaan. Ia mempertemukan semangat belajar dengan nilai-nilai luhur yang diwariskan leluhur. Dengan gerakan yang sederhana seperti bermain egrang atau engklek, anak-anak diajak mengenal arti keseimbangan, kerja sama, dan kejujuran.
“Anak-anak harus tahu bahwa budaya kita tidak kalah menarik dengan game modern. Justru dari permainan tradisional, mereka bisa belajar arti kebersamaan yang sesungguhnya,” ujar Gus Barra menutup sambutannya.
Kesimpulan
Upaya Bupati Mojokerto dalam melestarikan olahraga tradisional bukan sekadar nostalgia terhadap masa lalu. Gerakan ini menjadi bentuk nyata dari pendidikan karakter berbasis budaya.
Dengan dukungan pemerintah, sekolah, guru, dan masyarakat, olahraga tradisional berpotensi kembali hidup di halaman sekolah dan taman bermain.
Pelajar Mojokerto diharapkan tumbuh dengan semangat gotong royong dan rasa cinta terhadap budaya lokal. Di tengah arus teknologi yang serba cepat, kegiatan sederhana seperti gobak sodor dan egrang dapat menjadi benteng budaya yang mengajarkan nilai kebersamaan, kerja keras, dan kemandirian.

Cek Juga Artikel Dari Platform radarbandung.web.id
